Pajak itu sebenarnya cukup kompleks. Kita tidak boleh hanya mengacu kepada satu peraturan saja. Misalnya diterbitkan UU PPh secara global yang ditandatangani oleh Pak Presiden, nanti untuk setiap point nya akan dikeluarkan lagi peraturan khusus yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan dan juga Direktorat Jenderal Pajak. Selama ini saya selalu mengacu kepada UU secara global yang diterbitkan oleh presiden. Tapi hanya membaca itu ternyata tidak cukup. Karena di sana itu tidak dijelaskan secara detail juga.
So, setidaknya untuk benar-benar menguasai setiap point nya, kalian harus baca minimal tiga peraturan. UU PPh, PMK, dan Ditjen.
Kali ini saya mau membahas mengenai PPh Pasal 23. PPh Pasal 23 yang sebenarnya keliatannya simple, ternyata banyak juga tetek bengeknya. Selama ini orang berpikir semua usaha jasa pasti dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% (Kecuali PPh Final). Untuk memastikan kalau usaha kalian dipotong PPh Pasal 23 atau tidak silahkan baca dengan jelas peraturannya. Kalau usaha kalian tidak disebutkan di peraturan berarti tidak ada pemotongan PPh Pasal 23. Yang saya perhatikan selama ini, masih banyak yang beda persepsi. Misalnya jasa internet. Masih banyak yang menganggap jasa internet itu dikenakan PPh Pasal 23. Tapi jelas bahwa di Surat Direktorat Jenderal Pajak Tanggal 12 Juni 2007 Nomor S-429/WPJ.19/KP.0307/2007 menegaskan bahwa Jasa Internet bukan merupakan objek PPh Pasal 23.
Selain itu ada juga pengecualian bagi PPh Pasal 23 dan juga PPh yang bersifat tidak final lainnya. Silahkan baca di PP No. 46 Tahun 2013. Kalau omzet selama 1 tahun di bawah 4,8 M, si OP dan Badan bisa tidak dikenakan PPh Pasal 23, 22 dan PPh tidak final lainnya dengan cara mengajukan surat keterangan bebas (SKB) pemungutan/pemotongan PPh Pasal 23 ke KPP yang terdaftar. Selama OP dan Badan tidak mengajukan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 23, si lawan transaksi masih berhak untuk memotong PPh 23 ini. Untuk SKB ini berlaku satu tahun pajak saja. Jadi, jika tahun ini diterbitkan SKB, dan tahun depan mereka tidak mengajukan SKB, mereka akan kembali dikenakan PPh yang tidak bersifat final lainnya.
Tadinya saya berpikir bahwa dengan mengacu kepada PP No. 46 Tahun 2013 ini hanya dibebaskan PPh Pasal 25 dan hanya menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar 1%. Ternyata tidak cuma PPh Pasal 25 saja, tapi semua PPh yang bersifat tidak final. Untuk itu kita juga harus membaca PMK No. 107 Tahun 2013, dan Ditjen Pajak No. 32 Tahun 2013.
Bagi OP dan Badan, sebenarnya kalian punya opsi mau mengajukan SKB atau tidak. Tujuan mengajukan SKB itu supaya nanti pada saat melaporkan SPT Tahunan tidak terjadi lebih bayar. Omzet yang seharusnya hanya dipotong 1% karena di bawah 4,8 M, tapi juga dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2%, itu otomatis akan terjadi kelebihan pembayaran saat pelaporan SPT Tahunan.